PENERAPAN PASAL 10 UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA MENGENAI PENGGANDAAN BUKU OLEH PELAKU USAHA FOTOCOPY
Abstract
Penerapan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya dalam kaitannya dengan praktik penggandaan buku oleh pelaku usaha fotokopi. Pasal 10 mengatur tentang larangan penggunaan ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, termasuk dalam bentuk penggandaan sebagian atau seluruh karya cipta. Fenomena penggandaan buku, terutama buku pelajaran dan referensi akademik di lingkungan pendidikan tinggi, menjadi isu yang kompleks karena di satu sisi terdapat kebutuhan masyarakat terhadap akses informasi dan bahan ajar yang terjangkau, namun di sisi lain terdapat perlindungan hukum yang harus diberikan kepada pencipta sebagai pemilik hak eksklusif atas karya intelektual mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-empiris. Secara normatif, dilakukan analisis terhadap substansi hukum dalam Pasal 10 UU Hak Cipta serta peraturan turunannya. Secara empiris, penelitian ini mengeksplorasi praktik pelaku usaha fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Kota X melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku usaha fotokopi pada umumnya belum sepenuhnya memahami ketentuan hukum terkait hak cipta, dan sebagian besar penggandaan buku dilakukan tanpa izin dari pemegang hak cipta. Praktik ini umumnya dilakukan atas dasar kebutuhan mahasiswa terhadap bahan ajar murah dan mudah diakses. Di sisi lain, mekanisme perizinan dan sistem lisensi reproduksi buku belum berjalan secara efektif, dan pengawasan oleh pihak berwenang terhadap pelanggaran hak cipta masih sangat minim. Meskipun terdapat ketentuan mengenai pengecualian terbatas untuk tujuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU Hak Cipta, namun penggandaan dalam skala besar dan untuk tujuan komersial tetap merupakan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, penerbit, dan pelaku usaha fotokopi dalam membangun mekanisme legal yang adil, seperti sistem lisensi kolektif atau kerja sama penyediaan bahan ajar berlisensi terbuka. Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta juga harus dilakukan secara proporsional dengan pendekatan edukatif, bukan hanya represif, guna menciptakan keseimbangan antara perlindungan hak cipta dan kebutuhan masyarakat akan akses informasi.